Selasa, 03 Desember 2013

tugas 3 ( iklan dalam etika dan estetika )



Nama : Puji Lestari

NPM : 19210521

Kelas : 4EA17



Tugas ke-3 softskill etika dalam bisnis

( Iklan Dalam Etika Dan Estetika )



ABSTRAK



Puji Lestari. 19210521

IKLAN DALAM ETIKA DAN BISNIS

Tugas softskill. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma 2013

Kata kunci : Iklan. Etika. Estetika. Bisnis

Pada umumnya periklanan tidak mempunyai reputasi baik sebagai pelindung atau pejuang kebenaran. Sebaliknya, kerap kali terkesan suka membohongi, menyesatkan, dan bahkan menipu publik. Periklanan hampir apriori disamakan dengan tidak bisa dipercaya. Tentu saja, pembohongan, penyesatan, dan penipuan merupakan perbuatan yang sekurang-kurangnya tidak etis. Karena itu dalam mpembahasan ini harus kita selidiki secara khusus hubungan periklanan dan kebenaran.

Daftar Pustaka




BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Periklanan atau reklameadalah bagian tak terpisahkan dari bisnis modern. Kenyataan ini berkaitan erat dengan cara berproduksi indrustri modern yang menghasilkan produk-produkdalam kuantitas besar, sehingga harus mencari pembeli. Dan pasti ada kaitannya juga dengan sistem ekonomipasar, dimana kompetisi dan persaingan merupakan unsur hakiki. Iklan ustru dianggap cara ampuh untuk menonjol dalam persaingan. Dalam ekonomi subsistensi agraris dulu dan juga dalam ekonomi berencana komunistis dari abad ke-20 tidak dirasakn kebutuhan akan periklanan besar-besaran, walaupun dalam sistem ekonomi apa pun diperlukan metode untuk memperkenalkan produknya, sekurang-kurangnya memberitahukan tersedia tidaknya produk-produk. Dengan meningkatnya keramaian ekonomis, cakupan dan intensitas periklanan akan bertambah pula dan sebaliknya dalam keadaan resesi ekonomi kegiatan reklame akan berkurang. Dalam perkembangan periklanan, media komunis modern—media cetak maupun elektronis, tapi khususnya televisi—memegang peranan dominan fenomena periklanan ini menimbulkan pelbagai masalah yang berbeda. Mungkin tidak ada kegiatan bisnis lain yang berhadapan dengan begitu banyak kritik dan tanda tanya seperti periklanan. Dari segi ekonomi di pertanyakan apakah periklanan—sebagaimana dipraktekkan sekarang ini dan menghabiskan biaya besar sekali—pada dasarnya tidak merupakan pemborosan saja, karena tidak menambah sesuatu pada produk dan tidak meningkakan kegunaan bagi konsumen. Bahkan harus dikatakan, biaya luar biasa itu pada khirnya dibebankan pada konsumen. Masalah-masalah lain berasal dari konteks sosio-kultural.


1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam tugas ini adalah sebagai berikut ;

1. Pengertian apa itu iklan

2. Pengontrolan terhadap iklan

3. Penilaian etis terhadap iklan, dan

4. Contoh kasus

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam pembuatan tugas ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan iklan dalam etika dan estetika

2. Untuk mengetahui cara-cara dalam menjalankan pengontrolan terhadap iklan

3. Untuk mengetahui nilai etis terhadap iklan

4. Contoh kasus yang terjadi untuk mengetahui seberapa besar nilai etis pada iklan tersebut

1.4 Manfaat Penelitian
Bagi penulis dapat mengetahui pengertian iklan, iklan dalam etika dan estetika dan yang lainnya yang menjadi dari rumusan masalah dalam tugas ini serta tugas softskill ke-3 dosen Pak Bonar S. Panjaitan


BAB II

LANDASAN TEORI 

2.1 Pengertian Iklan dalam Etika dan Estetika

Menurut Thomas M. Garret, SJ, iklan dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral disampaikan kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap idea-idea, institusi-institusi tau pribadi-pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut. Untuk membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis. Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu (langsung). Iklan dikomunikasikan kepada khalayak luas (melalui media massa komunikasi iklan akan diterima oleh semua orang: semua usia, golongan, suku, dsb). Sehingga iklan harus memiliki etika, baik moral maupun bisnis.

Masalah moral dalam iklan muncul ketika iklan kehilangan nilai-nilai informatifnya, dan menjadi semata-mata bersifat propaganda barang dan jasa demi profit yang semakin tinggi dari para produsen barang dan jasa maupun penyedia jasa iklan. Padahal, sebagaimana juga digarisbawahi oleh Britt, iklan sejak semula tidak bertujuan memperbudak manusia untuk tergantung pada setuap barang dan jasa yang ditawarkan, tetapi justru menjadi tuan atas diri serta uangnya, yang dengan bebas menentukan untuk membeli, menunda atau menolak sama sekali barang dan jasa yang ditawarkan. Hal terakhir ini yang justru menegaskan sekali lagi tesis bahwa iklan bisa menghasilkan keuntungan-keuntungan bagi masyarkat.

2.2 Perkembangan Periklanan di Indonesia

Perkembangan periklanan di Indonesia telah ada sejak lebih dari se abad yang lalu. Iklan yang diciptakan dan dimuat di surat kabar telah ditemukan di surat kabar “Tjahaja Sijang” yang terbit di Manado pada tahun 1869. Surat kabar tersebut terbit sebulan sekali setebal 8 halaman dengan 4 halaman ekstra. Iklan-iklan yang tercantum di surat kabar tersebut bukan hanya dari perusahaan / produsen, tetapi juga dari individu yang mencantumkan iklan untuk kepentingan pribadi.

Di tempat lain juga telah ada kegiatan periklanan melalui surat kabar, yaitu di Semarang pada tahun 1864. Surat kabar “De Locomotief yang beredar setiap hari telah memuat iklan hotel / penginapan di kota Paris. Iklan di kedua surat kabar ini masih didominasi oleh tulisan dan belum bergambar, karena kesulitan teknis cetak pada saat itu.Dalam perkembangannya, setiap surat kabar yang terbit kemudian, juga mencantumkan iklan sebagai sarana memperoleh penghasilan guna membiayai ongkos cetaknya

2.3 Fungsi Periklanan

Iklan sebagai pemberi informasi

Sehubungan dengan iklan sebagai pemberi informasi yang benar kepada konsumen, ada 3 pihak yang terlibat dan bertanggung jawab secara moral atas informasi yang disampaikan sebuah iklan:

· Produsen yang memiliki produk tersebut

· Biro iklan yang mengemas iklan dalam segala dimensinya: etis, estetik, informatif dan sebagainya.

· Bintang iklan

Perkembangan dimasa yang akan datang, iklan informatif akan lebih digemari, karena:

· Masyarakat semakin kritis dan tidak lagi mudah dibohongi atau bahkan ditipu oleh iklan-iklan yang tidak mengukapkan kenyataan secara sebenarnya

· Masyarakat sudah bosan atau muak dengan berbagai iklan yang hanya melebih-lebihkan suatu produk

· Peran Lembaga Konsumen yang semakin gencar memberi informasi yang benar dan akurat kepada konsumen menjadi tantangan serius bagi iklan.


2.3 Prinsip-prinsip moral yang perlu dalam iklan
Prinsip – Prinsip moral yang perlu dalam iklan

Terdapat paling kurang 3 prinsip moral yang bisa dikemukakan di sini sehubungan dengan penggagasan mengenai etika dalam iklan.

Ketiga prinsip itu adalah

 masalah kejujuran dalam iklan,

 masalah martabat manusia sebagai pribadi, dan

 tanggung jawab sosial yang mesti diemban oleh iklan.

Ketiga prinsip moral yang juga digaris bawahi oleh dokumen yang dikeluarkan dewan kepuasan bidang komunikasi sosial untuk masalah etika dalam iklan ini kemudian akan didialogkan dengan pandangan Thomas M. Gerrett, SJ yang secara khusus menggagas prinsip-prinsip etika dalam mempengaruhi massa (bagi iklan) dan prinsip-prinsip etis konsumsi (bagi konsumen). Dengan demikian, uraian berikut ini akan merupakan “perkawinan” antara kedua pemikiran tersebut.

1. Prinsip Kejujuran

Prinsip ini berhubungan dengan kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali dilebih-lebihkan, sehingga bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhan baru. Maka yang ditekankan di sini adalah bahwa isi iklan yang dikomunikasikan haruslah sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya dari produksi barang dan jasa. Sementara yang dihindari di sini, sebagai konsekuensi logis, adalah upaya manipulasi dengan motif apa pun juga.

2. Prinsip Martabat Manusia sebagai Pribadi

Bahwa iklan semestinya menghormati martabat manusia sebagai pribadi semakin ditegaskan dewasa ini sebagai semacam tuntutn imperatif (imperative requirement). Iklan semestinya menghormati hak dan tanggung jawab setiap orang dalam memilih secara bertanggung jawab barang dan jasa yang ia butuhkan. Ini berhubungan dengan dimensi kebebasan yang justeru menjadi salah satu sifat hakiki dari martabat manusia sebagai pribadi. Maka berhadapan dengan iklan yang dikemas secanggih apa pun, setiap orang seharusnya bisa dengan bebas dan bertanggung jawab memilih untuk memenuhi kebutuhannya atau tidak.

Yang banyak kali terjadi adalah manusia seakan-akan dideterminir untuk memilih barang dan jasa yang diiklankan, hal yang membuat manusia jatuh ke dalam sebuah keniscayaan pilihan. Keadaan ini bisa terjadi karena kebanyakan iklan dewasa ini dikemas sebegitu rupa sehingga menyaksikan, mendengar atau membacanya segera membangkitkan “nafsu” untuk memiliki barang dan jasa yang ditawarkan (lust), kebanggaan bahwa memiliki barang dan jasa tertentu menentukan status sosial dalam masyarkat, dll.



3. Iklan dan Tanggung Jawab Sosial

Meskipun sudah dikritik di atas, bahwa iklan harus menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru karena perananya yang utama selaku media informasi mengenai kelangkaan barang dan jasa yang dibutuhkan manusia, namun dalam kenyataannya sulit dihindari bahwa iklan meningkatkan konsumsi masyarakat. Artinya bahwa karena iklan manusia “menumpuk” barang dan jasa pemuas kebutuhan yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan primer. Penumpukan barang dan jasa pada orang atau golongan masyarkat tertentu ini disebut sebagai surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan. Menyedihkan bahwa surplus ini hanya dialami oleh sebagai kecil masyarakat. Bahwa sebagian kecil masyarakat ini, meskipun sudah hidup dalam kelimpahan, toh terus memperluas batasa kebutuhan dasarnya, sementara mayoritas masyarakat hidup dalam kemiskinan.

Di sinilah kemudian dikembangkan ide solidaritas sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial dari iklan. Berhadapan dengan surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan manusia, dua hal berikut pantas dipraktekkan. Pertama, surplus barang dan jasa seharusnya disumbangkan sebagai derma kepada orang miskin atau lembaga/institusi sosial yang berkarya untuk kebaikan masyarakat pada umumnya (gereja, mesjid, rumah sakit, sekolah, panti asuhan, dll). Tindakan karitatif semacam ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kehidupan cultural masyarakat akan semakin berkembang. Kedua, menghidupi secara seimbang pemenuhan kebutuhan fisik, biologis, psikologis, dan spiritual dengan perhatian akan kebutuhan masyarakat pada umumnya. Perhatian terhadap hal terakhir ini bisa diwujudnyatakan lewat kesadaran membayar pajak ataupun dalam bentuk investasi-investasi, yang tujuan utamanya adalah kesejahteraan sebagian besar masyarakat.


BAB III

METODE PENELITIAN


3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah :

Contoh iklan dalam etika dan estetika

3.2 Data yang Digunakan

Data yang digunakan oleh penulis :

Data Sekunder berupa data kualitatif, yaitu dengan mencari data-data tentang iklan dalam etika dan estetika


BAB VI

PEMBAHASAN



4.1 Pengontrolan terhadap iklan

Karena kemungkinan dipermainkannya kebenarannya dan terjadinya manipulasi merupakan hal-hal rawan dalam bisnis periklanan, perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut. Pada umumnya, dikatakan bahwa pengontrolan seperti itu terutama harus dijalankan dengan tiga cara berikut ini :

1. Kontrol oleh pemerintah

Disini terletak suatu tugas penting bagi pemerintah, yang harus melindungi masyarakat konsumen terhadap keganasan periklanan. Mungkin dalam hal ini bisa kita belajar dari Amerika Serikat. Tidak ada lagi negara lain dimana praktek periklanan begitu mau dan begitu insentif, namun disitu pun ada instansi-instansi pemerintah yang mengawasi praktek periklanan dengan cukup efisien, antara lain melalui Food and Drug Administration dan terutama Federal Trade Commission. Komisi terakhir ini bisa memaksakan perusahaan untuk meralat iklan-iklan yang menyesatkan.

2. Kontrol oleh para pengiklan

Cara paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan adalah pengaturan diri oleh dunia periklanan. Biasanya hal itu dilakukan dengan menyusun sebuah kode etik, sejumlah noma dan pedoman yang disetujui oleh profesi periklanan itu sendiri, khususnya oleh asosiasi biro-biro periklanan. Di Indonesia kita memiliki Tata krama dan tata cara periklanan indonesia yang disempurmakan (1996) yang dikelurkan oleh AMLI ( Asosiasi Perusahaan Media Luar Angkasa Indonesia ), ASPINDO ( Asosiasi Pemrakarsa dan Penyantun Iklan Indonesia ), GPBSI ( Gabungan Perusahaan Biokop Seluruh Indonesia ), PPPI ( Ppersatuan Perusahaan Periklanan Indonesia ), PRSSNI ( Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia ), SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar ), dan yayasan TVRI ( Yayasan Televisi Republik Indonesia )

3. Kontrol oleh masyarakat

Masyarakat luas tentu harus diikutsertakan dalam mengawasi mutu etis periklanan. Dalam hal ini suatu cara yang terbukti membawa banyak hasil

Dalam menetralisir efek-efek negatif dari periklanan adalah mendukung dan menggalakkan lembaga-lembaga konsumen yang sudah lama dikenal di negara-negara maju

4.2 Penilaian etis terhadap iklan

Refleksi tentang maslah-masalah eits disekitar praktek perklanan merupakan contoh bagus mengenia kompleksitas pemikiran moral. Disini prinsip etis memang peting, tapi tersedia prinsip-prinsip etis ternyata tidak cukup untuk menilai moralitas sebuah iklan. Ada empat faktor yang harus dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip-prinsip tersebut, jika kita ingi membentuk penilaian etis yang seimbang tentang iklan ; maksud si pengiklan,isi iklan, keadaan publik yang tertuju, dan kebiasaan dibidang periklanan.

1. Maksud si pengiklan

Apa yang dimakud dengan si pengiklan ? jika maksud si pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan itu menjadi tidak baik juga. Jika si pengiklan tahu bahwa produk yang diiklankan merugikan, konsumen atau dengan sengaja ia menjelekkan produk dari pesaing, iklan itu menjadi tidak etis. Banyak contoh yangh sudah disebut sebelumnya, dapat ditempatkan juga dalam konteks ini. Sebuah contoh baru adalah iklan tentang roti profile di Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa roti ini bermanfaat untuk melangsingkan tubuh, karena kalorinya kurang dibandingkan dengan roti merek lain.

2. Isi iklan

Juga menurut isinya iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang menyesatkan, seperti misalnya iklan tentang obat ditelevisi yang pura-pura ditayangkan oleh tenaga medis yang menggunakan baju putih dan stetoskop. Iklan tidak menjadi etis pula, bila mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting. Namun demikian, kita tidak boleh melupakan bahwa iklan diadakan dalam rangka promosi. Karena itu, informasinya tidak perlu selengkap dan subyektif seperti laporan dari instansi netral. Iklan tentang hal yang tidak bermoral, dengan sendirinya menjadi tidak etis. Misalnya, ikla yang menawarkan jasa seseorang sebagaipembunuh sewaan atau iklan tentang lelang berlian. Iklan semacam itu tidak ragu-ragu akan ditolak secara umum.

3. Keadan publik yang tertuju

Dalam uraian etika tentang konsumen, kita sudah berkenalan dengan pepatah camveat emptor, “ Hendaklah si pembeli berhati-hati. Sikap berhati-hati sebelum membeli memang merupakan sikap dasar bagi calon pembeli. Demikian juga dalam konteks periklanan. Publik sebaliknya mempunyai skepsis yang sehat terhadap usaha persuasi dari periklanan. Penggunaan periklanan harus diimbangi dengan sikap kritis publik. Yang dimengerti disini dengan publik adalah orang dewasa yang normal dan mempunyai informasi cukup tentang produk atau asa yang diiklankan. Dalam setiap masyarakat terdapat orang naif, tapi janganlah mereka diambil sebagai patokan untuk menilai moralitas periklanan. Namun demikian, perlu diakui juga bahwa mutu pabrik sebagai keseluruhan bisa sangat berbeda. Dalam masyarakat dimana taraf pendidikan rendah dan terdapat banyak orang sederhana yang mudah tertipu, tentu haus dipakai standar lebih ketat daripada dalam masyarakat dimana mutu pendidikan rata-rata lebih tinggi atau standar ekonomi lebih maju.

4. Kebiasaan dibidang periklanan

Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu orang sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Sudah ada aturan main yang disepakati secara implisit atau eksplisit dan yang sering kali tidak dapat dipisahkan dari etos yang menandai masyarakat itu.

4.3 Contoh Kasus iklan yang tidak etis

Kalau permirsa TvV-RCTI memperhatikan siaran-siaran iklan-iklannya, ada salah satu minyak goreng yang bunyinya kurang lebih : “ bila ibu ingin minyak goreng yang murni, jernih, lezat, sehat, gunakan akal sehat, pilihlah Filma, Filma membuat makanan lebih sehat dan lezat”.

Jadi dengan kata lain, ibu-iu yang tidak memakai minyak goreng Filma berarti tidak menggunakan akal sehat alias akalnya tidak sehat. Bukankah ini kurang / tidak etis ? seyugyanya pihak RCTI pun lebih berhati-hati dalam menyiarkan iklan yang kata-katanya kurang tepat


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dalam periklanan seharusnya lebih menggunakan bahasa-bahasa yang lebih baik lagi, karena itu bisa menjadi pro-kontra tersendiri di masyarakat. Maka dalam periklanan diperlukan adanya pengontrolan dari berbagai pihak.



5.2 Saran

Seharusnya bagi para pelaku bisnis harus lebih bisa mengacu pada etika dan estetika yang berlaku pada iklan dan tidak mementingkan keuntungan yang di dapat semata tanpa memperdulikan efek bagi masyarakat luas dari berbagai kalangan.





Rabu, 30 Oktober 2013

KEADILAN DALAM BISNIS


NAMA           : PUJI LESTARI
NPM              : 19210521
KELAS          : 4EA17
TUGAS          : SOFTSKILL (ETIKA BISNIS)




ABSTRAK

Puji Lestari. 19210521. Keadilan Dalam Bisnis. Fakultas Ekonomi, Jurusan Manajemen, Universitas Gunadarma, 2013.

Keadilan dibedakan menjadi 3 yaitu : keadilan individual, keadilan internal dan keadilan ekstrenal. Jika terjadi ketidakadilan maka akan berdampak oada menurunnya daya tarik pekerjaan, yang pada akhirnya akan mengakibatkan meningkatnya perputaran karyawan, ketidakpuasan terhadap pekerjaan maupun absensi. Dalam kaitan dengan keterlibatan sosial, tanggung jawab sosial perusahaan berkaitan langsung dengan penciptaan atau perbaikan kondisi sosial ekonomi yang semakin sejahtera dan merata. Tidak hanya dalam pengertian bahwa terwujudnya keadilan akan menciptakan stabilitas sosial yang akan menunjang kegiatan bisnis, melainkan juga dalam pengertian bahwa sejauh prinsip keadilan dijalankan akan lahir wajah bisnis yang lebih baik dan etis. Tidak mengherankan bahwa hingga sekarang keadilan selalu menjadi salah satu topic penting dalam etika bisnis.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Pada tanggung jawab sosial perusahaan memiliki kaitan yang erat dengan penegakan keadilan dalam masyarakat pada umumnya maupun bisnis khususnya. Dalam kaitan dengan keterlibatn sosial, tanggung jawab sosial perusahanan berkaitan langsung dengan penciptaan atau perbaikan kondisi sosial ekonomi yang semakin sejahtera dan merata. Keadilan legal: perlakuan yang sama terhadap semua orang sesuai dengan hukum yang hukum yang berlaku.Keadilan berkaitan dengan timbal balik dengan kegiatan bisnis, khususnya bisnis yang baik dan etis. Bahwa tewujutnya keadilan akan menciptakan stabilitas sosial yang akan menunjang kegiatan bisnis, melainkan juga dalam pengertian bahwa sejauh perinsip keadilan dijalankan akan lahir wajah bisnis yang lebih baik dan etis. Bisnis yang adil, baik, etis, dan adil atau fair, akan ikut mewujutkan keadilan dalam masyarakat.

1.2              Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dari pembuatan tugas ini adalah sebagai berikut :
1.      Menyelesaikan tugas kuliah etika bisnis dan mengharapkan mendapat nilai yang baik pada mata kuliah ini.
2.      Membahas keadilan dalam bisnis
3.      Menjelaskan keadilan dalam bisnis

1.3  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian keadilan dalam bisnis ?
2.      Penjelasan tentang keadilan dalam bisnis ?

1.4  Manfaat Makalah
Adapun manfaat yang diperoleh dari pembuatan tugas ini adalah sebagai berikut :
1.      Dapat mengetahui pengertian keadilan dalam bisnis
2.      Dapat mengetahui penjelasan lebih lanjut mengenai keadilan dalam bisnis.


BAB II
LANDASAN TEORI

Keadilan pada umumnya adalah keadaan atau situasi di mana setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan kita besama. Dengan demikian berarti bahwa keadilan adalah keseimbangan antara hak dan kewajiban. Berbuat adil berarti menghargai dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sebaliknya berbuat tidak adil berarti menginjak-injak harkat dan martabat manusia.
Perkataan adil berasal dari bahasa Arab yang berarti Insaf = keinsyafan = yang menurut jiwa baik dan lurus. Dalam bahasa Perancis perkataan adil ini di istilahkan dengan Justice, sedangkan dalam bahasa Latin di istilahkan dengan Justica.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata adil berarti tidak berat sebelah atau tidak memihak ataupun tidak sewenang – wenang, sehingga keadilan mengandung pengertian sebagai  suatu hal yang tidak berat sebelah atau tidak memihak, atau sewenang – wenang.
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proposi tersebut berarti ketidak adilan.
Keadilan menurut Adam Smith yaitu hanya menerima satu konsep atau teori keadilan yaitu keadilan komutatif. Alasannya, yang disebut keadilan sesungguhnya hanya punya satu arti yaitu keadilan komutatif yang menyangkut kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan hubungan antara satu orang atau pihak dengan orang atau pihak lain.
Keadilan menurut Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akal.
Menurut Drs. Kahar Masyhur dalam bukunya mengemukakan pendapat – pendapat tentang apakah yang dinamakan adil tersebut, yaitu :
  «  Adil ialah meletakan sesuatu pada tempatnya
  «  Adil ialah menerima hak tanpa lebih dan memberikan hak orang lain tanpa kurang.
  «  Adil ialah memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap, tanpa lebih tanpa kurang antara sesama yang berhak, dalam keadaan yang sama, dan penghukuman orang jahat atau yang melanggar hukum, sesuai dengan kesalahan dan pelanggarannya.
Keadilan menurut Socrates yaitu bahwa keadilan adalah keadaan di mana pemerintah dengan rakyatnya terdapat saling pengertian yang baik.
Keadilan menurut Kong Hu Cu yaitu bahwa keadilan adalah keadaan di mana anak berperan sebagai anak, ayah sebagai ayah, raja sebagi raja masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Kong Hu Cu mengartikan keadilan merujuk pada pelaksanaan peran dan fungsi masing-masing dari suatu status tertentu.
Bagi kaum Komunis, yang disebut keadilan ialah apabila masing-masing orang mendapat bagian yang sama. Hal ini tercermin dari doktrin mereka “sama rata sama rasa”.
Menurut WJS Poerwadarminta dalam KUBI mengartikan kata adil dengan tidak berat sebelah atau tidak memihak.
Dari pengertian adil dan keadilan menurut para ahli dapat di simpulkan bahwa adil adalah dimana semua berada dalam keadaan yang sama rata dan masing-masing orang tidak dalam keadaan dirugikan atau merugikan orang lain. Keadilan itu sendiri adalah suatu keadaan dimana setiap orang harus menjalan kan hak dan kewajibannya dengan baik dan benar sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku. bila kita bersifat adil maka orang lain akan adil terhadap diri kita. keadilan akan ada bila masing-masing orang menghargai dan  menghormati hak dan kewajiban masing-masing.
Dari pengertian diatas maka dapat diketahui bahwa adil atau keadilan adalah pengakuan perlakuan seimbang antara hak dan kewajiban. Apabila ada pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban, dengan sendirinya apabila kita mengakui “ hak hidup ”, maka sebaliknya kita harus mempertahankan hak hidup tersebut dengan jalan bekerja keras, dan kerja keras yang kita lakukan tidak pula menimbulkan kerugian terhadap orang lain, sebab orang lain itu juga memiliki hak yang sama (hak untuk hidup) sebagaimana halnya hak yang ada pada kita.


BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1    Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah Keadilan Dalam Bisnis
3.2    Data yang digunakan :
Dalam pembuatan tugas ini, data yang digunakan oleh penulis adalah data sekunder yaitu dengan mencari data-data yang mengenai keadilan dalam bisnis




BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pengertian Keadilan Dalam Bisnis
Keadilan merupakan suatu hal yang abstrak, bagaimana mewujudkan suatu keadilan jika tidak mengetahui apa arti keadilan. Untuk itu perlu dirumuskan definisi yang paling tidak mendekati dan dapat memberi gambaran apa arti keadilan. Definisi mengenai keadilan sangat beragam, dapat ditunjukkan dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para pakar di bidang hukum yang memberikan definisi berbeda-beda mengenai keadilan.
Keadilan menurut John Raws (Priyono, 1993: 35), adalah ukuran yang harus diberikan untuk mencapai keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama. Ada tiga prinsip keadilan yaitu : (1) kebebasan yang sama yang sebesar-besarnya, (2) perbedaan, (3) persamaan yang adil atas kesempatan.
Keadilan adalah penilaian dengan memberikan kepada siapapun sesuai dengan apa yang menjadi haknya, yakni dengan bertindak proposional dan tidak melanggar hukum. Keadilan berkaitan erat dengan hak, dalam konsepsi bangsa Indonesia hak tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban.
Keadilan menurut  Ibnu Taymiyyah (661-728 H) adalah memberikan sesuatu kepada setiap anggota masyarakat sesuai dengan haknya yang harus diperolehnya tanpa diminta; tidak berat sebelah atau tidak memihak kepada salah satu pihak; mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar dan mana yang salah, bertindak jujur dan tetap menurut peraturan yang telah ditetapkan.
Pada teori keadilan Aristoteles, Adam Smith hanya menerima satu konsep atau teori keadilan yaitu keadilan komutatif. Alasannya, yang disebut keadilan sesungguhnya hanya punya satu arti yaitu keadilan komutatif yang menyangkut kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan hubungan antara satu orang atau pihak dengan orang atau pihak lain.

Bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggrisbusiness, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata “bisnis” sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan.
Bisnis adalah sebuah usaha, dimana setiap orang atau kelompok harus siap untung & siap rugi. bisnis tidak hanya tergantung dengan modal uang, tetapi banyak faktor yang mendukung terlaksananya sebuah bisnis, misalnya : reputasi, keahlian, ilmu, sahabat & kerabat dapat menjadi modal bisnis.
Menurut Boone dan kurtz (2002;8) yaitu Bisnis adalah semua aktivitas – aktivitas yang bertujuan memcari laba dan perusahyaan yang meghasilkan barang serta jasa yang dibutuhkan oleh sebuah sistem ekonomi.
Menurut Hughes dan kapoor dalam alma (1889;21) yaitu Bisnis adalah suatu kegiatan individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

4.2 PAHAM TRADISIONAL DALAM BISNIS
Dalam paham tradisional dalam bisnis memiliki 3 keadilan, yaitu :
      1.      Keadilan Legal
menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat dengan negara. Intinya adalah semua orang atau kelompok masyarakat  diperlakukan secara sama oleh negara di hadapan hukum
Dasar moral :
a.       semua orang adalah manusia yang mempunyai harkat dan martabat yang sama dan harus diperlakukan secara sama.
b.      Semua orang adalah warga negara yang sama status dan kedudukannya, bahkan sama kewajiban sipilnya, sehingga harus diperlakukan sama sesuai dengan hukum yang berlaku.
Konsekuensi legal:
1.      Semua orang harus secara sama dilindungi hukum, dalam hal ini oleh negara
2.      Tidak ada orang yg akan diperlakukan secara istimewa oleh hukum atau negara
3.      Negara tidak boleh mengeluarkan produk hukum untuk kepentingan kelompok tertentu
4.      Semua warga harus tunduk dan taat kepada hukum yang berlaku.

      2.      Keadilan Komutatif
Mengatur hubungan yang adil atau fair antara orang yang satu dengan yang lain atau warga negara satu dengan warga negara lainnya. Menuntut agar dalam interaksi sosial antara warga satu dengan yang lainnya tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya. Jika diterapkan dalam bisnis, berarti relasi bisnis dagang harus terjalin dalam hubungan yang setara dan seimbang antara pihak yang satu dengan lainnya.
Dalam bisnis, keadilan komutatif disebut sebagi keadilan tukar. Dengan kata lain keadilan komutatif menyangkut pertukaran yang fair antara pihak-pihak yang terlibat. Keadilan ini menuntut agar baik biaya maupun pendapatan sama-sama dipikul secara seimbang.

      3.      Keadilan Distributif
Keadilan distributif (keadilan ekonomi) adalah distribusi ekonomi yang merata atau yang dianggap merata bagi semua warga negara. Menyangkut pembagian kekayaan ekonomi atau  hasil-hasil pembangunan. Persoalannya apa yang menjadi dasar pembagian yang adil itu? Sejauh mana pembagian itu dianggap adil ? Dalam sistem aristokrasi, pembagian itu adil kalau kaum ningrat mendapat lebih banyak, sementara para budaknya sedikit. Menurut Aristoteles, distribusi ekonomi didasarkan pada prestasi dan peran masing-masing orang dalam mengejar tujuan bersama seluruh warga negara. Dalam dunia bisnis, setiap karyawan harus digaji sesuai dengan prestasi, tugas, dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Keadilan distributif juga berkaitan dengan prinsip perlakuan yang sama sesuai dengan aturan dan ketentuan dalam perusahaan yang juga adil dan baik.

4.3 Keadilan Individual dan Struktural
Dari uraian di atas mengenai paham tradisional mengenai keadilan, terlihat dengan jelas bahwa keadilan bukan hanya merupakan persoalan individual sebagai mana sebagai mana yang umum dipahami orang. Keadilan bukan sekadar menyangkut dengan tuntutan agar semua orang diperlakukan sama oleh negara atau pemimpin perusahaan. Ketika perlakuan yang tidak sama, tidak fair atau tidak adilitu diamkan, dibenarkan, dibela atau dijelaskan sebagai hanya sekedar hanya kesalahan prosedur, ketidak adilan itu akan terulang lagi.
Apakah sistem atau struktur sosial politik berfungsi sedemikian rupa hingga memungkinkan distribusi ekonomi biasaberjalan baik untuk mencapai suatu sosial dan ekonomi yang bisa dianggap cukup adil. Dimaksudkan dengan sistem atau struktur yang adil adalah keterbukaan politik dari pihak pemerintah untuk diproses hukum berdasarkan aturan keadilan yang ada.
Peran pemerintah dalam menegakkan keadilan ini juga terutama penting dalam masyarakat yang bersifat feodalistis seperti indonesia.masyarakat yang seperti itu yang dilakukan pemerintah akan dengan mudah ditiru oleh masyrakat sampai lapisan bawah. Praktek-praktek yang melanggar keadilan menjadi hal yang biasa dalam birokrasi pemerintah dan terlembaga, sulit terjadi keadilan dalam masyarakat, ini pun berlaku dalam bidang bisnis.

  Ø  TEORI KEADILAN ADAM SMITH
Adam Smith hanya menerima satu konsep keadilan yaitu keadilan komutatif.  Alasannya:
    1.      Keadilan sesungguhnya hanya punya satu arti, yaitu keadilan komutatif yang menyangkut kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan hubungan antara satu orang dengan orang lain. Ketidakadilan berarti pincangnya hubungan antarmanusia karena kesetaraan yg terganggu
     2.      Keadilan legal sudah terkandung dalam keadilan komutatif, karena keadilan legal hanya konsekuensi lebih lanjut dari prinsip keadilan komutatif. Demi menegakkan keadilan komutatif, negara harus bersikap netral dan memperlakukan semua pihak secara sama tanpa terkecuali
      3.      Juga menolak keadilan distributif, karena apa yang disebut keadilan selalu menyangkut hak:  semua orang tidak boleh dirugikan haknya. Keadilan distributif justru tidak berkaitan dengan hak. Orang miskin tidak punya hak untuk menuntut dari orang kaya untuk membagi kekayaannya kepada mereka. Orang miskin hanya bisa meminta, tidak bisa menuntutnya siebaga sebuah hak. Orang kaya tidak bisa dipaksa untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi orang miskin.

Prinsip Komutatif Adam Smith:
   1.      Prinsip No Harm, yaitu prinsip tidak merugikan orang lain, khususnya tidak merugikan hak  dan kepentingan orang lain. Prinsip ini menuntuk agar dalam interaksi sosial apapun setiap orang harus menahan dirinya untuk tidak sampai merugikan hak dan kepentingan orang lain, sebagaimana ia sendiri tidak mau agar hak dan kepentingannya dirugikan oleh siapapun. Dalam bisnis, tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya, entah sebagai konsumen, pemasok, penyalur, karyawan, investor, maupun masyarakat luas
      2.      Prinsip Non – Intervention, yaitu prinsip tidak ikut campur tangan. Prinsip ini menuntut agar demi jaminan dan penghargaan atas hak dan kepentingan setiap orang, tidak seorangpun diperkenankan untuk ikut campur tangan dlm kehidupan dan kegiatan orang lain
   3.      Prinsip No Harm, yaitu prinsip tidak merugikan orang lain, khususnya tidak merugikan hak  dan kepentingan orang lain. Prinsip ini menuntuk agar dalam interaksi sosial apapun setiap orang harus menahan dirinya untuk tidak sampai merugikan hak dan kepentingan orang lain, sebagaimana ia sendiri tidak mau agar hak dan kepentingannya dirugikan oleh siapapun.

 Ø  Teori Keadilan Distribusi John Rawls
Kebebasan : nilai dan salah satu hak asasi paling penting yang dimiliki oleh manusia dan ini dijamin oleh sistem ekonomi pasar.
           a.       Prinsip-prinsip Keadilan Rawls
prinsip kebebasan yang sama: semua orang mempunyai hak yang sama atas sistem kebebasan dasar yang sama yang paling sesuai dengan sistem kebebasan serupa bagi semua, dengan kata lain hanya kalau ada jaminan akan kebebasan dan peluang yang sama bagi semua orang dan bisa diharapkan adanya suatu situasi yang adil
Menurut Rawls, pasar bebas justru menimbulkan ketidak adilan dari sistem kebebasan kondrati yaitu sistem ini mengizinkan pembagian kekayaan dipengaruhi tidak tetap oleh berbagai koneksi karena setiap orang yang masuk dalam pasar pemilihan bakat dan kemampuan alamiah yang berbeda-beda, peluang yang sama yang diberikan pasar tidak akan menguntungkan semua peserta.
Prinsip perbedaan : ketidak samaan sosial dan ekonomi harus di atur sedemikian rupa sehingga ketidak samaan tersebut : Menguntungkan mereka yang kurang beruntung, Sesuai dengan kedudukan yang terbuka bagi semua dibawah kondisi pemasaran kesempatan yang sama. Menurut Rauwls jalan keluar utama memecahkan ketidak adilan distribusi ekonomi dalam pasar adalah dengan mengatursistem dan struktur sosial dengan menguntungkan kelompok yang beruntung.

            b.      Kritis atas Teori Rawls
Prinsip tersebut membenarkan ketidak adilan karena dengan prinsip tersebut dengan pemerintahan dibenarkan merampas hak pihak tersebut untuk diberikan kepada pihak yang lain. Kekayan kelompok tertentu yang diambil pemerintahan tadi juga diberikan pada kelompok yang menjadi tidak beruntung/ masih karena kesalahanya sendiri.
Maka adalah adil bahwa seseorang yang berkerja keras memperoleh lebih dari ang lain dan berhasil memperbaiki nasib hidupnya serta menikmati jerih payahnya. Sedang kan Rawls berkata kita tidak boleh membuat perbedaan karena kaum miskin juga mempunyai hak atas prestasi orang lain hanya karena bakat alamiah dianggap Rawls sebagai milik bersama ini bertentangan dengan asumsi dasar Rawls bahwa manusia adalah makhluk terpisah satu sama lain. Bagai mana bisa mhkluk yang terpisah-pisah memiliki bakat dan prestasi secara bersama ini akan menyebabkan tidak ada lagi milik pribadi.

   Ø  Jalan Kelusr atas Masalah Ketimpangan Ekonomi
Jalan keluar sebenarnya memadukan teoti Adam Smith dan teori Rawls.
Pasar adalah sistem ekonomi terbaik dan pasar menjamin kebebasan berusaha secara optimal bagi semua orang tetapi tidak semua orang dapat memenfaatkan kebebasan dan peluang uang diberi dan dijamin oleh sistem ekonomi pasar. Tindakan adil membiarkan masyarakat tersaing di daerah terpencil hidup dalam kemiskinan hanya karena tidak bisa memanfaatkan peluang maka dari itu jalan kelemahanyan ialah selain menjamin kebebasan bagi semua, negara dituntut untuk mengambil langkah dan kebijaksanaan yang khusus untuk memperbaiki keadilan sosial dan ekonomi kelompok yang secara objektif tidak beruntung bukan karena kesalahan mereka sendiri, selain kelompok ini akan diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar.
Jadi jalan keluar ketimpangan ekonomi adalah dengan mengadakan kombinasi mekanisme pasar dan kebijaksanaan selektif pemerintah yang khusus membantu kelompok yang secara objektif tidak mampu memanfaatkan peluang pasar secara maxsimal dan harus dilaksanakan secara terbuka, karena kalau tidak akan membuka peluang bagi tindakan distriminatif dan tidak adil yang baru.
Langkah dan kebijakan ini tentusaja bisa mencakup pengaturan sistem melalui pranata politik dan legal, sebagai mana di usulkan Rawls, tetapi harus tetap selektif sekaligus berlaku umum. Jalan keluar ini sama sekali tidak bertentangan dengan sistem ekonomi pasar karena sistem ekonomi pasar sesungguhnya mengakomondasi kemungkinan ini.

BAB V
PENUTUP

Kesimpulan :
·         Bisnis adil adalah suatu bentuk etika bisnis. Etika yang mempertanyakan, “Bagaimana kondisi pekerja, bagaimana barang dibuat, bagaimana pula barang diperdagangkan.” Fair trade juga ‘gerakan konsumen’ sebab tanpa ada konsumen tidak akan ada transaksi. Peranan konsumen yang secara kritis dan peduli terhadap nasib para pekerja, produsen maupun lingkungan hidup, akan mendorong terwujudnya bisnis adil.
·         Di dalam dunia nyata, bisnis yang selalu berbicara tentang efisiensi, kecepatan, ketepatan, kesederhanaan, dan terbaik, kelihatannya cita-cita dari bisnis adil akan mendapat kesulitan.
·         Dari beberapa contoh kasus yang saya temukan bahwa keadilan, petilaku etis dan kepercayaan dapat mempengaruhi operasi perusahaan. Kunci utama kesuksesan bisnis adalah reputasinya sebagai pengusaha yang memegang teguh integritas dan kepercayaan pihak lain.


Saran :
·         Keadilan bisnis harus dijaga dan ditingkatkan lagi agar semua orang tidak kehilangan keadilan yang sebenarnya.
·         Apabila kita selalu menerapkan keadilan dalam kehidupan sehari-hari maka kebiasaan itu akan terbawa sampai kapanpun.


DAFTAR PUSTAKA
   v  Dr. Keraf, A. Sonny. 2006. Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius